-->

Sebuah Cerita Tentang Atjeh Moorden

(Pembunuhan Khas Aceh)

       Menjelang akhir abad ke-19. tepatnya 12 April 1890, Belanda melancarkan sebuah tindakan kekerasan ke wilayah Aceh melalui pasukan elit mereka yang dinamakan Het Corps Marechausse ( pasukan marsose).
Peta pertempuran Aceh dan Belanda

 Tugas mereka adalah melacak dan mengejar pejuang  Aceh yang melawan belanda kesegenap pelosok Aceh. Mereka normalnya akan membunuh pejuang yang berhasil di temukan namun ada sebagian yang kemudian di asingkan. Puncaknya adalah pembantaian yang dilakukan oleh pasukan marsose di tanah alas dan gayo, dimana di tanah gayo korban pembantaian sebanyak 308 orang, di antaranya 168 orang laki-laki, 92 orang wanita dan 48 orang anak-anak. Sedangkan yang luka-luka sebanyak 47 orang, di antaranya seorang pria, 26 orang wanita dan 20 orang anak-anak. Hanya 12 orang yang tertangkap hidup-hidup, terdiri atas 3 orang wanita dan 9 orang anak-anak. Sedangkan ditanah Alas juga mengalami nasib yang sama di benteng kutarih Tindakan keras dilakukan dengan membunuh juga 189 orang wanita, dan 59 orang anak-anak. Yang luka-luka sebanyak 51 orang, antaranya 25 orang wanita dan 31 orang anak-anak, yang tertangkap hidup-hidup dua orang wanita dan 61 orang anak-anak. Selain itu  Dalam pertempuran di Likat, pasukan Belanda membantai tanpa pandang bulu, sehingga 432 orang mati terbunuh, di antaranya 220 pria, 124 wanita, dan 88 orang anak-anak, ang luka-luka berat dan ringan sebanyak 51 orang, di antaranya 2 orang pria, 17 orang wanita dan 32 orang anak—anak, yang tertangkap hidup-hidup hanya anak-anak sebanyak 7 orang.
Pasukan Marsose
Pasukan Marsose

Melalui kekerasan tersebut belanda mengharapkan rakyat aceh akan takut dan menghentikan perlawanan mereka. Akibat tindakan kekerasan tersebut menimbulkan rasa benci dan dendam yang mendalam bagi pejuang Aceh. Untuk membalas tindakan kekerasan yang dilakukan belanda tersebut. Pejuang Aceh melakukan suatu cara yang kemudian diistilah kan oleh belanda dengan nama Atjeh Moorden atau Het een Typische Atjeh Moord (suatu pembunuhan khas aceh). Orang Aceh sendiri menyebutnya dengan poh Kaphe yang artinya membunuh orang kafir. Disini orang Aceh tidak lagi melakukan peperangan secara berkelompok tapi dengan cara perorangan. Secara nekat melakukan penyerangan terhadap orang belanda, baik ia serdadu atau bukan, perempuan dan terkadang anak-anak pun menjadi sasaran.
       Akibat adanya pembunuhan nekad yang dilakukan oleh pejuang Aceh tersebut, menyebabkan pejabat belanda yang akan ditugaskan ke Aceh berpikir berkali-kali. Bahkan diantara mereka ada yang tidak mau mengikut sertakan keluarganya mereka apabila bertugas ke Aceh. Adapula yang memulangkan keluarganya ke Belanda.
       Adapun pembunuhan khas Aceh itui antara tahun 1910-1921  terjadi sebanyak 79 kali. Dalam peristiwa ini korban jatuh dari pihak Belanda sebanyak 12 orang mati dan 87 luka-luka. Puncak pembunuhan terjadi antara tahun 1913, 1917, dan 1928 yang mana sampai sepuluh kali kejadian dalam setahun. Pada tahun 1933 terjadi 6 kali penyerangan dan pada tahun 1937 terjadi 5 kali penyerangan. Salah sau yang menjadi korban adalah perwira belanda yaitu kapten C.E. Schmid, komandan Divisi 5 Korps Marsose ia tewa pada 10 juli 1933.
       Dengan rencong yang diselipkan dipinggang , dalam selimut atau baju, pejuang Aceh tersebut berani melakukan penyerangan kepada orang belanda bahkan ke tangsi-tangsi Belanda sekalipun. Oleh karena itu ada diantara orang-orang Belanda yang mengatakan bahwa perbuatan itu gila yang tidak mungkin dilakukan oleh orang waras. Keadaan seperti itu yang kemudian timbul istilah dikalangan orang Belanda yaitu, gekke Atjehsche (orang Aceh gila).
       Sehingga untuk mencegah hal tersebut pemerintah Hindia Belanda melaksanakan kebijakan baru yang dinamakan politik pasifikasi. yaitu kelanjutan dari gagasan yang dicetuskan oleh C. Snouck Hurgronje. tentang politik yang menunjukan sifat damai dan sikap lunak kepada rakyat Aceh, mereka tidak lagi bertindak dengan mengandalkan kekerasan, tetapi juga dengan usaha-usaha lain yang menimbulkan simpati rakyat.

Sumber Referensi :
Sudirman, 2012. “Peutjoet”. Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai tradisional Banda Aceh
https://id.wikipedia.org/wiki/Ekspedisi_Tanah_Gayo,_Alas,_dan_Batak

0 Response to "Sebuah Cerita Tentang Atjeh Moorden"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel