-->

Peninggalan Kerajaan Hindu-Buddha di Aceh

Aceh Lhee Sagoe (Tiga Kerajaan Hindu Aceh)
Aceh Lhee Sagoe
(Tiga Kerajaan Hindu Aceh)
Sebelum pengaruh Islam sampai ke Aceh. Aceh terlebih dahulu dipengaruhi oleh kerajaan hindu-Buddha dan yang ada baik yang ada di Sumatera maupun dari daerah lain seperti India. Pengaruh Hindu mungkin dibawa oleh para pendatang dari India sedangkan Buddha dipengaruhi oleh kerajaan Sriwijaya yang mana saat itu merupakan kerajaan Buddha terkuat yang ada di Nusantara . Sehingga banyak kerajaan-kerajaan disekitar nya yang turut terpengaruh. baik dari segi Sosial maupun Budaya. Termasuk Aceh, dimana berdiri 3 kerajaan yang bercorak hindu-Buddha. Kerajaan-Kerajaan tersebut antara lain : Kerajaan Indrapurwa yang terletak di Lambadeuk, Kemukiman Lampague, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar.

Kerajaan Indrapuri di Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar, dan kerajaan Indrapatra di Ladong Kecamatan Krueng Raya. Ketiga kerajaan ini membentuk segi tiga Aceh atau Aceh Lhee Sagoe. adapun Kerajaan Indrapurwa (Indrapurba) catatan mengenai kerajaan tersebut tidak terlalu lengkap. sedangkan untuk kerajaan Indrapuri dapat diketahui melalui sumber asing dari China, Arab dan India antara lain: melalui prasati Tandore di India yang mengatakan bahwa kerajaan Chola dibawah kepemimpinan Rayendracholadewa I pada tahun 1030 M menyerang kerajaan Indrapuri yang beribukota di Lamuri. Mereka kemudian berhasil mengalahkan kerajaan Indrapuri yang dipimpin oleh Raja Indrasakti. Selanjutnya menurut sebuah historiografi Hikayat Melayu, Kesultanan Lamiri (maksudnya adalah Lamuri) merupakan daerah kedua di Pulau Sumatera yang di islamkan oleh Syaikh Ismail sebelum ia mengislamkan Kesultanan Samudera Pasai. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa  Lamuri sebelumnya merupakan kerajaan yang bukan Islam (Hindu/Buddha). Sedangkan kerajaan Indrapatra menurut catatan yang ada kerajaan ini didirikan oleh salah satu keturunan Dinasti Harsya yang melarikan diri akibat invasi bangsa Hun pada tahun 604 M. Sebelum berbicara tentang kerajaan Indrapatra. kita akan membahas teori yang mengatakan bahwa kerajaan Indrapatra didirikan oleh salah satu keturunan Dinasti Harsya. Dimana Raja Harsha merupakan raja Hindu yang terakhir yang termahsyur. Ia merupakan penjelmaan sifat-sifat dan cita-cita bangsa Arya sejati. Raja memelihara perdamaian antara agama Budha dan Brahma. Agama Budha mendapat perlindungan resmi dari raja. Raja Harsha juga membawa keamanan dan kemakmuran juga membangkitkan India kembali dari penindasan bangsa Huna. Raja Harsha memerintah selama 46 tahun. Diantara 37 tahun dalam suasana perang yang terus menerus. Pada akhir pemerintahannya ia mengikuti teladan Asoka Maurya dan menjadi seorang santri ( Sangha ) Budha.
Walaupun pada awal abad ke-13 sebagian besar kerajaan-kerajaan di Aceh sudah memeluk Islam dan kerajaan Hindu-Buddha sudah tidak ada lagi namun kita dapat mengetahui bahwa sebelumnya terdapat kerajaan Hindu-Buddha di Aceh melalui bangunan-bangunan berikut. 
Mesjid Tua Indrapuri
Berada sekira 24 kilometer dari Kota Banda Aceh, Masjid Tuha Indrapuri memang memiliki daya tarik tersendiri baik dari sisi arsitekturnya yang masih sangat tradisonal maupun sejarahnya. Mesjid ini merupakan salah satu masjid kuno atau tertua di Aceh.Mesjid yang didirikan pada abad ke-12 dan berfungsi sebagai candi sebelum dirubah menjadi masjid pada masa Sultan Iskandar Muda yang berkuasa dari tahun 1607-1637 Masehi. Walaupun telah diubah menjadi mesjid arsitektur bergaya hindu dapat kita temukan tembok masjid serta pondasi masjid yang berbentuk punden berundak serta atap mesjid yang bertingkat. Konon, di masa Sultan Iskandar Muda, bangunan candi itu dirombak agar tidak mubazir, kemudian di atas reruntuhannya dibangun masjid. Pondasi candi yang berundak  itu dibongkar sebagian saja  sampai tingkat empat. Di tingkat empat inilah tiang-tiang masjid didirikan, luas dan lokasinya cukup memadai bagi pertapakan masjid untuk  jumlah jamaah pada waktu itu.
Mesjid Tuha Indrapuri
Mesjid Indrapurwa
Indrapurwa adalah satu dari tiga kerajaan Hindu yang pernah berkembang di ujung Sumatera sebelum masuknya pengaruh Islam. Sebuah riwayat menyebutkan, Masjid Indrapurwa dibangun seangkatan dengan Masjid Indrapuri di Aceh Besar pada masa Sultan Iskandar Muda memimpin Kerajaan Aceh Darussalam pada periode 1607-1636 M. 
Serupa dengan Masjid Indrapuri, Masjid Indrapurwa juga dibangun di atas pertapakan reruntuhan pura, tempat peribadatan umat Hindu Kerajaan Lamuri, Pura yang menjadi pondasi masjid ini diperkirakan dibangun sekira abad 10. Menurut tokoh masyarakat Lambadeuk, Faisal Mahmud, Masjid Indrapurwa awalnya terletak di Gampong Lambaro Kemukiman Lampague yang kini sudah menjadi laut atau dekat Pulau Tuan. Pulau Tuan sendiri masih jelas terlihat sekira 3 kilometer dari bibir Pantai Lambadeuk. Zaman dulu, sekitar Pulau Tuan dipercaya sebagai pusat Kota Kerajaan Indrapurwa. Ada kota dan permukiman kuno di sana. Kerajaan itu kemudian hilang diduga salah satunya karena faktor tsunami purba. “Setahu saya dari cerita orang-orang dulu, masjid ini sudah empat kali dilakukan pemindahan karena digerus abrasi laut. Digeser-geser ke belakang hingga terakhir masuk ke Lambadeuk,” jelas Faisal. Sayangnya tak ada catatan pasti tahun berapa pemindahan dilakukan. Ketika dipindah hingga ke Lambadeuk, bangunan masjid diyakini tetap mengikuti gaya dan arsitektur lamanya yang penuh nilai seni Hindu-Buddha, beratap dua mengerucut ke atas, berdinding papan, dan pondasinya terbuat dari beton.
Mesjid Indrapurwa sebelum Tsunami
Masjid Indrapurwa dibangun kembali oleh Jepang dengan konstruksi beton setahun pascatsunami. Bentuk dan arsitekturnya mengikuti gaya modern, tak lagi mengadopsi gaya lama yang berciri khas hindu.
mesjid Indrapurwa sekarang ini
Di dalamnya ada mimbar kuno berukuran 2,5 meter, yang terbuat dari kayu bermutu tinggi, bentuknya berciri khas Hindu-Buddha. Pintu dan puncak mimbar mengerucut dipenuhi ukiran dekorasi bunga-bunga berciri khas perpaduan Persia dan Hindu-Buddha.


mimbar mesjid Indrapurwa
Di belakang masjid, selain ada kolam untuk berwudhu, juga ada sebuah peudana (guci) kuno peninggalan Hindu-Buddha. Selain itu, tutur Faisal, di dalam masjid ini juga tersimpan sejumlah kitab-kitab kuno dan piring-piring keramik peninggalan Kerajaan Indrapurwa. 

guci peninggalan kerajaan Indrapurwa
Benteng Indrapatra
Menurut beberapa sumber bangunan ini merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Hindu di Aceh yang dibangun oleh Putera Raja Harsya (keluarga raja Hindu di India namun Raja Harsha memerintah selama 46 tahun. Diantara 37 tahun dalam suasana perang yang terus menerus. Pada akhir pemerintahannya ia mengikuti teladan Asoka Maurya dan menjadi seorang santri ( Sangha ) Budha) yang melarikan diri akibat serangan Bangsa Huna pada tahun 604 M. kemungkinan besar bangunan Indrapatra adalah jenis candi Buddha karena Bentuk puncak candi hindu umumnya meruncing dan disebut Ratna, sementara bentuk puncak pada candi Budha lebih tambun dan disebut stupa. sedangkan seperti kita lihat pada gambar dibawah kalau puncak benteng indrapatra lebih menyerupai stupa candi Buddha.
stupa di benteng indrapatra
Didalam benteng Utama terdapat dua buah "stupa" atau bangunan yang menyerupai kubah yang mana didalamnya / dibawah kubah tersebut terdapat sumur / sumber air bersih, yang (pada saat itu) dimanfaatkan oleh umat Hindu untuk penyucian diri dalam rangkaian peribadahannya. Selain itu, di dalam benteng terdapat juga bunker untuk menyimpan meriam serta bunker untuk menyimpan peluru dan senjata.
sumur didalam benteng indrapatra


Referensi :
https://www.bandaacehtourism.com/jelajah/pancu-the-lost-city/#.WiTwLNJl_Mw

https://www.kompasiana.com/fits-radjah/benteng-indra-patra-jejak-hindu-di-tanah-rencong_5500cda9a33311a114510211

1 Response to "Peninggalan Kerajaan Hindu-Buddha di Aceh"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel