Kondisi Kerajaan-Kerajaan di Sumatera ketika Invasi Mongol Terjadi
Kondisi Kerajaan-Kerajaan di Sumatera ketika Invasi Mongol Terjadi
Ilustrasi Pasukan Mongolia |
terlalu mengenal kerajaan Mongolia. Sehingga banyak utusan mongolia yang kemudian dipermalukan. Hal ini menyebabkan kemarahan Kubhilai Khan. Pasukan Mongolia lalu dikirimkan untuk menghancurkan kerajaan Champa, namun mereka tidak diperbolehkan untuk memasuki wilayah Annam. Hal ini menimbulkan amarah Kubilai Khan setelah pasukannya diserang secara tiba-tiba 1285. Pada tahun 1287 pasukan gelombang kedua tiba dan berhasil mengepung serta menghancurkan ibukota Annam, Hanoi. Raja Annam berhasil kabur ke selatan. Iklim tropis yang panas dan lembap di daerah itu memaksa pasukan Mongol untuk meninggalkan keberhasilan mereka setelah merebut kota Hanoi. Pada tahun 1288 panglima Mongol merasa tidak puas dan menyerang wilayah Annam untuk ketiga kalinya. Walaupun raja Annam berhasil melarikan diri, ia sadar bahwa pasukan Mongol tidak akan pernah berhenti menyerang tanpa adanya perjanjian damai. Raja Annam kemudian mengakui kekuatan Mongol dan mengirimkan upeti. Setelah kerajaan Annam berhasil dikuasai Mongol, pasukannya mulai berekspedisi ke arah selatan. Dalam tahun yang sama, raja Champa menyerah dan menyerahkan kekuasaan ketangan Mongolia seperti raja Annam. Mereka menjadi raja boneka yang dikontrol sepenuhnya oleh Kubilai Khan. Sedangkan Untuk wilayah Thailand tidak ada invasi yang dilakukan karena raja dikerajaan tersebut mengakui kekuasaan Mongol dan bersedia mengirimkan upeti. untuk wilayah Burma terjadi hal mengerikan dimana ibukota kerajaan Burma saat itu diratakan dengan tanah oleh pasukan Mongolia di bawah pimpinan Temur (cucu Kubhilai Khan). Dikarenakan selain membunuh utusan Mongolia, pada tahun 1277 dan 1283 M pasukan kerajaan Burma juga melancarkan serangan ke wilayah Mongolia yang ada di China. Raja kerajaan Burma berhasil lolos dari pertempuran tersebut. Namun pada tahun 1287 seluruh wilayah kerajaan Burma berada dibawah kendali Mongolia.
wilayah kekuasaan mongol pada waktu itu |
Baca Juga :
Peninggalan Kerajaan Hindu-Budha di Aceh
Menelusuri Jejak Suku Aceh Bermata Biru
Berikut ini Bangunan Peninggalan Tsunami di Banda Aceh
Kerajaan Singasari (1222-1292)
Peninggalan Kerajaan Hindu-Budha di Aceh
Menelusuri Jejak Suku Aceh Bermata Biru
Berikut ini Bangunan Peninggalan Tsunami di Banda Aceh
Kerajaan Singasari (1222-1292)
Setelah berhasil menguasai seluruh wilayah Indo-China. Kekaisaran Mongol mengirim utusan mereka ke kerajaan Singasari. Disebabkan setelah mengalahkan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra pada tahun 1290, Kerajaan Singhasari menjadi kerajaan terkuat di daerah itu. Adapun setelah utusan Mongolia sampai ke kerajaan Singasari, bukannya diperlakukan dengan baik utusan tersebut malah di cap wajah nya dengan besi panas dan dipotong telinganya, umumnya pada waktu itu hukuman tersebut merupakan hukuman yang biasa diberikan kepada pelaku kejahatan di kerajaan tersebut. Kubilai Khan sangat terkejut dengan kejadian tersebut. Pada tahun 1292, dia pun memerintahkan dikirimkannya ekspedisi untuk menghukum Kertanegara, yang dia sebut orang barbar. Berdasarkan naskah Yuan shi, yang berisi sejarah Dinasti Yuan, 20,000-30,000 prajurit dikumpulkan dari Fujian, Jiangxi dan Huguang di Cina selatan, bersama dengan 1,000 kapal serta bekal untuk satu tahun. Pemimpinnya adalah Shi-bi (orang Mongol), Ike Mese (orang Uyghur), dan Gaoxing (orang Cina). Jenis kapal yang digunakan tidak disebutkan dalam Yuan shi, tapi kemungkinan adalah kapal besar karena perahu-perahu kecil harus dibuat untuk memasuki sungai di Jawadwipa. Singasari pada saat itu sebenarnya tengah dalam keadaan yang kurang menguntungkan karena pasukannya dalam jumlah besar belum kembali dari Ekspedisi Pamalayu ketika kediri merencanakan melakukan penyerangan ke Kerajaan Singasari. Kesempatan ini pun dimanfatkan oleh Jayakatwang, seorang raja bawahan dari Gelang-Gelang. Dengan bantuan Adipati sumenep madura di bawah kekuasaan Kerajaan Singasari bernama Aria Wiraraja sebagai pihak penghubung antara kekuasaan kediri dan kekuasaan Singasari dimana Jayakatwang bermaksud menggulingkan Kertanegara. Kertanegara telah tewas di tangan Jayakatwang, adipati Kediri. Pasukan Mongol kemudian bekerja sama dengan Raden Wijaya, menantu dari Kertanegara yang dendam pada Jayakatwang. Pasukan Mongol pun berperang dengan Kediri, dibantu oleh Wijaya dan pengikutnya dari Majapahit yang setia pada Singhasari dan anti-Kediri. Pasukan gabungan Mongol-Majapahit pun berhasil menghancurkan Kediri.Namun, Wijaya yang ingin menjadi raja dan tak sudi menjadi bawahan Mongol lalu memberontak dan menyerang pasukan Mongol saat mereka tengah lengah. Prajurit Majapahit berhasil membuat pasukan Mongol kocar-kacir, mereka kehilangan sekitar 3000 prajurit. Pada akhirnya, pasukan Mongol yang kewalahan terpaksa mundur ke kapal dan angkat sauh, kembali ke Beijing. Sementara itu, Wijaya dinobatkan menjadi raja Jawa, menandai lahirnya sebuah imperium baru, Kerajaan Majapahit.
kerajaan Siguntur (1250-1347)
Kerajaan Siguntur adalah kerajaan yang berdiri semenjak tahun 1250 pasca runtuhnya Kerajaan Dharmasraya. Pada tahun 1197 S (1275 M) Siguntur merupakan pusat Kerajaan Malayu dengan rajanya Mauliwarmadewa bergelar Sri Buana Raya Mauliawarmadewa sebagai raja Dharmasyraya. Sedangkan dalam prasasti Amonghapasa menyebutkan bahwa pada tahun 1286 Sri Maharaja Tribhuwanaraja Mauliawarmadewa bersemayam di Dharmasyraya daerah pedalaman Riau daratan. Dengan kata lain kerajaan Swarnabhumi pada waktu itu telah dipindahkan dari Jambi ke Dharmasyraya. Melihat kedua pendapat tersebut, ada kemungkinan pada abad 12 kerajaan Siguntur ini berasal dari kerajaan Swarnabhumi Malayupuri Jambi. Pada saat Invasi mongol ke Singasari. Raja Singasari mengadakan ekspedisi Pamalayu. Ekspedisi pamalayu sendiri adalah salah satu rencana Kartanegara untuk lebih dahulu menguasai wilayah sumatera sebelum kerajaan Mongol dan menghimpun kekuatan disana. Dengan demikian Berg menginterpretasikan Pamalayu sebagai “perjanjian dengan Malayu” (Berg, 1950:485) untuk mem¬bentuk persekutuan melawan agresi dinasti Mongol. Berg menunjukkan dengan mengupas secara sangat teliti pupuh 41/5 Nagarakertagama bahwa pada tahun 1275 Kertanagara hanya memberi perintah “menyuruh tundukkan Malayu” dan tidak ada petunjuk bahwa pada tahun itu perintah tersebut juga dilaksanakan (Berg, 1950:9). Selebihnya Berg mengingatkan kita bahwa Kertanagara baru dinobatkan menjadi raja di tahun 1268 pada waktu mana ia masih sangat muda. Berg tidak percaya bahwa sedini itu Kertanagara sudah berhasil memantapkan negaranya untuk mengambil risiko yang berkaitan dengan sebuah ekspedisi terhadap Malayu yang letaknya begitu jauh dari Jawa Timur (ibid, hal. 16). Selain itu Negarakertagama pupuh XLI/4 menguraikan bahwa prabu Kertanegara dengan pengiriman tentara itu sebenarnya mengharapkan agar raja Dharmasraya tunduk begitu saja karena takut akan kesaktian sang prabu.Ekspedisi ke Negeri Melayu kemudian Berjaya gilang-gemilang.
kerajaan Siguntur |
Kerajaan Hatorusan di Sumatera
Utara (1000-1500)
pada tahun 1293 orang-orang Hindu yang berkolaborasi dengan Bangsa Jawa melakukan Penetrasi ke tanah Batak dan mendirikan Kerajaan Silo, di Simalungun, dengan Raja Pertama Indrawarman dengan pasukan yang berasal dari Singosari. Hal ini berkaitan dengan ekspedisi pamalayu yang dilancarkan oleh raja Kartanegara yang Pusat pemerintahan teokrasi ini berkedudukan di Dolok Sinumbah. Kelak direbut oleh orang-orang Batak dan di atasnya menjadi cikal bakal kerajaan-kerajaan Simalungun dengan identitas yang mulai terpisah dengan Batak. Kerajaan Silo ini terdiri dari dua level masyarakat; Para Elit yang terdiri dari kaum Priyayi Jawa dan Masyarakat yang terdiri dari kelompok Marga Siregar Silo. Akibat berbagai rongrongan dan berbagai gempuran dari arah selatan. kerajaan Hatorusan kemudian memindahkan ibukotanya ke Aceh Singkil. Pasukan Hatorusan memperketat posisi kerajaan dengan modernisasi peralatan. Gajah, kuda dan binatang-binatang buas lainnya dijadikan sebagai alat bantu kavaleri dan pengawal istana.
pada tahun 1293 orang-orang Hindu yang berkolaborasi dengan Bangsa Jawa melakukan Penetrasi ke tanah Batak dan mendirikan Kerajaan Silo, di Simalungun, dengan Raja Pertama Indrawarman dengan pasukan yang berasal dari Singosari. Hal ini berkaitan dengan ekspedisi pamalayu yang dilancarkan oleh raja Kartanegara yang Pusat pemerintahan teokrasi ini berkedudukan di Dolok Sinumbah. Kelak direbut oleh orang-orang Batak dan di atasnya menjadi cikal bakal kerajaan-kerajaan Simalungun dengan identitas yang mulai terpisah dengan Batak. Kerajaan Silo ini terdiri dari dua level masyarakat; Para Elit yang terdiri dari kaum Priyayi Jawa dan Masyarakat yang terdiri dari kelompok Marga Siregar Silo. Akibat berbagai rongrongan dan berbagai gempuran dari arah selatan. kerajaan Hatorusan kemudian memindahkan ibukotanya ke Aceh Singkil. Pasukan Hatorusan memperketat posisi kerajaan dengan modernisasi peralatan. Gajah, kuda dan binatang-binatang buas lainnya dijadikan sebagai alat bantu kavaleri dan pengawal istana.
kerajaan Hatorusan |
Kerajaan Aru (1200-1607)
Pada saat itu Kublai Khan menuntut tunduknya penguasa Haru pada Cina pada 1282, namun Singosari berusaha menghempang kuasa Kaisar Kubilai Khan dengan melakukan ekspedisi Pamalayu tahun 1292 untuk membangun aliansi melawan Kaisar China. Negeri-negeri Melayu dipaksa tunduk dibawah kuasa Singosari, seperti Melayu (Jambi) dan Aru/Haru. Kemudian karena kerajaan singasari ditaklukan oleh jayakatwang, menyebabkan kerajaan Aru mengirim upeti ke Mongol pada 1295.
Kerajaan Nagur (500-1295)
Pada masa terjadinya pergolakan di lingkungan Kerajaan Nagur, rakyatnya banyak mengungsi ke Pulau Samosir untuk menyelamatkan diri, proses migrasi ini terjadi sekitar tahun 1200 Masehi. Pada abad 13, kerajaan ini mulai mengalami kemunduran pasca berkembangnya Kerajaan Haru, Perlak, dan Pasai, persaingan kekuasaan semakin sengit dan peperangan juga kian marak. Para penguasa-penguasa baru ini sangat berperan dalam merongrongkan Nagur, akibatnya Nagur semakin terpuruk. Untuk menstabilkan kedudukannya, wilayah kekuasaan Nagur di sebelah hilir hingga Asahan diserahkan kepada panglimanya marga Saragih yang kemudian mendirikan Kerajaan Batangiou, peristiwa ini terjadi sekitar abad 12.
Pada tahun 1275-1295, ekspansi politik Kerajaan Singosari melalui gerakan ekspedisi Pamalayu juga turut meluas ke kerajaan Nagur, namun tidak diketahui dengan pasti apakah pada masa itu sempat terjadi konflik antara bala tentara Singosari dengan rakyat Nagur. Para pasukan Jawa berkoalisi dengan pasukan Dharmasraya Jambi yang dikomandoi Panglima Kebo Anabrang dan pembantunya Panglima Indrawarman seorang keturunan Melayu-Minangkabau, mereka memusatkan kedudukan di sekitar muara Sungai Asahan (Wibawa, 2001:14-15). Sebelum bergerak ke Nagur, pasukan Indrawarman awalnya menaklukkan daerah Siak, Rokan, dan Kandis di Riau. Kemudian pada tahun 1289 baru perhatian mereka mengarah ke wilayah Andalas (Sumatera Barat), terus Mandailing, Panai, hingga sampai ke Asahan. Pasukan mereka dibagi ke dalam beberapa divisi atau batalyon, sebagian tetap bertahan di Asahan, selebihnya menuju Haru, Kampai, Tamiang, Perlak, Samudera Pasai, dan Lamuri. Jejak-jejak daerah yang dilintasi oleh ekspedisi Pamalayu ini dicatat dengan lengkap pada kitab Negarakertagama (Desawarnana). Di tengah mengemban tugas, di luar dugaan mereka di Singosari terjadi pemberontakan yang dilancarkan oleh Jayaktawang Raja Kediri dibantu puteranya Ardharaja yang menjadi menantu Kertanegara. Peluang ini dimanfaatkan Jayakatwang untuk menggulingkan kedudukan Kertanegara karena pada saat itu sebagian besar senopati (panglima) dan pasukan-pasukan Singosari terlibat dalam ekspedisi Pamalayu, sehingga benteng pertahanan di lingkungan istana Singosari sangat lemah. Mendengar pemberontakan yang terjadi, Kebo Anabrang lalu mengimbau sebagian besar pasukannya agar kembali ke pulau Jawa, Panglima Indrawarman diperintahkan agar tetap bertahan di Sumatera Timur guna menjaga stabilitas daerah-daerah koloni yang berhasil mereka taklukkan.
Pada tahun 1275-1295, ekspansi politik Kerajaan Singosari melalui gerakan ekspedisi Pamalayu juga turut meluas ke kerajaan Nagur, namun tidak diketahui dengan pasti apakah pada masa itu sempat terjadi konflik antara bala tentara Singosari dengan rakyat Nagur. Para pasukan Jawa berkoalisi dengan pasukan Dharmasraya Jambi yang dikomandoi Panglima Kebo Anabrang dan pembantunya Panglima Indrawarman seorang keturunan Melayu-Minangkabau, mereka memusatkan kedudukan di sekitar muara Sungai Asahan (Wibawa, 2001:14-15). Sebelum bergerak ke Nagur, pasukan Indrawarman awalnya menaklukkan daerah Siak, Rokan, dan Kandis di Riau. Kemudian pada tahun 1289 baru perhatian mereka mengarah ke wilayah Andalas (Sumatera Barat), terus Mandailing, Panai, hingga sampai ke Asahan. Pasukan mereka dibagi ke dalam beberapa divisi atau batalyon, sebagian tetap bertahan di Asahan, selebihnya menuju Haru, Kampai, Tamiang, Perlak, Samudera Pasai, dan Lamuri. Jejak-jejak daerah yang dilintasi oleh ekspedisi Pamalayu ini dicatat dengan lengkap pada kitab Negarakertagama (Desawarnana). Di tengah mengemban tugas, di luar dugaan mereka di Singosari terjadi pemberontakan yang dilancarkan oleh Jayaktawang Raja Kediri dibantu puteranya Ardharaja yang menjadi menantu Kertanegara. Peluang ini dimanfaatkan Jayakatwang untuk menggulingkan kedudukan Kertanegara karena pada saat itu sebagian besar senopati (panglima) dan pasukan-pasukan Singosari terlibat dalam ekspedisi Pamalayu, sehingga benteng pertahanan di lingkungan istana Singosari sangat lemah. Mendengar pemberontakan yang terjadi, Kebo Anabrang lalu mengimbau sebagian besar pasukannya agar kembali ke pulau Jawa, Panglima Indrawarman diperintahkan agar tetap bertahan di Sumatera Timur guna menjaga stabilitas daerah-daerah koloni yang berhasil mereka taklukkan.
wilayah kerajaan Nagur (Dagroian) |
Kerajaan Perlak (840-1292)
Pada tahun 1292 Kesultanan Perlak kemudian menyatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah kekuasaan sultan Samudera Pasai yang memerintah pada saat itu, Sultan Muhammad Malik Al Zahir yang juga merupakan putera dari al-Malik al-Saleh. untuk penyerangan baik oleh Mongol ataupun Singasari tidak ada catatatan mengenai hal tersebut . Namun menurut catatan Marcopolo ketika ia singgah meninggalkan daerah Ferlec (perlak) menuju ke Basman (Peusangan). Ia mengatakan bahwa mereka setia kepada Khan Mongolia tapi tidak memberikan upeti karena terlalu terpencil.
Kerajaan Samudra Pasai (1267-1517)
Kerajaan Samudera Pasai atau dikenal juga dengan Kesultanan Pasai atau Samudera Darussalam adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara pulau Sumatera, tepatnya di antara Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara (Geudong saat ini). Kerajaan ini dibangun sekitar abad ke 13 M atau setelah periode runtuhnya kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan Hikayat Raja-raja Pasai, menceritakan tentang pendirian Pasai oleh Marah Silu, setelah sebelumnya ia menggantikan seorang raja yang bernama Sultan Malik al-Nasser.[2] Marah Silu ini sebelumnya berada pada satu kawasan yang disebut dengan Semerlanga kemudian setelah naik tahta bergelar Sultan Malik as-Saleh, ia wafat pada tahun 696 H atau 1267 M.[4] Dalam Hikayat Raja-raja Pasai maupun Sulalatus Salatin nama Pasai dan Samudera telah dipisahkan merujuk pada dua kawasan yang berbeda, namun dalam catatan Tiongkok nama-nama tersebut tidak dibedakan sama sekali. Sementara Marco Polo dalam lawatannya mencatat beberapa daftar kerajaan yang ada di pantai timur Pulau Sumatera waktu itu, dari selatan ke utara terdapat nama Ferlec (Perlak), Basma dan Samara (Samudera). Pemerintahan Sultan Malik as-Saleh kemudian dilanjutkan oleh putranya Sultan Muhammad Malik az-Zahir dari perkawinannya dengan putri Raja Perlak. Sekedar informasi, Kerajaan Samudera Pasai adalah gabungan dari Kerajaan Peurlak dan Kerajaan Pase. Selain itu selama periode pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, pada masa ini tidak terdengar apakah ekspedisi pamalayu sampai ke kerajaan Samudra Pasai atau tidak. Namun menurut catatan perjalanan Marcopolo raja kerajaan ini mengakui kekuasaan Khan Agung dan bersedia membayar upeti.
Kerajaan Lamuri (900-1497)
pertengahan abad 13 Masehi, kawasan ini menjadi pusat kerajaan terbesar di Aceh. Berbagai catatan sejarah menyebutnya dengan nama Kerajaan Lamuri. Lamuri merupakan cikal-bakal lahirnya Kerajaan Aceh Darussalam yang merupakan salah satu dari kerajaan terbesar di dunia. Dikatakan bahwa Pada masa sultan Alaiddin Ahmad Syah yang memerintah dari tahun 1234-1267 Masehi, baginda berhasil merebut kembali kerajaan Indra Jaya dari kekuasaan tentara Tiongkok. Beliau berhasil mengislamkan daerah Indrapuri dan Indrapatra. (sebenarnya hal ini masih perlu rujukan, soalnya tidak ada catatan mengenai hal tersebut) Dan sultan Alauddin Johan Mahmud Syah juga membangun dalem atau keraton ( Istana) yang di namai dengan Darud Dunia ( Rumah dunia ). Dan mesjid raya Baiturrahman di Kutaraja ( Banda Aceh ) pada tahun 1292 Masehi. Namun secara pastinya belum diketahui apakah kerajaan ini sempat diserang oleh pasukan Mongol atau tidak.
Kerajaan Samudera Pasai atau dikenal juga dengan Kesultanan Pasai atau Samudera Darussalam adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara pulau Sumatera, tepatnya di antara Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara (Geudong saat ini). Kerajaan ini dibangun sekitar abad ke 13 M atau setelah periode runtuhnya kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan Hikayat Raja-raja Pasai, menceritakan tentang pendirian Pasai oleh Marah Silu, setelah sebelumnya ia menggantikan seorang raja yang bernama Sultan Malik al-Nasser.[2] Marah Silu ini sebelumnya berada pada satu kawasan yang disebut dengan Semerlanga kemudian setelah naik tahta bergelar Sultan Malik as-Saleh, ia wafat pada tahun 696 H atau 1267 M.[4] Dalam Hikayat Raja-raja Pasai maupun Sulalatus Salatin nama Pasai dan Samudera telah dipisahkan merujuk pada dua kawasan yang berbeda, namun dalam catatan Tiongkok nama-nama tersebut tidak dibedakan sama sekali. Sementara Marco Polo dalam lawatannya mencatat beberapa daftar kerajaan yang ada di pantai timur Pulau Sumatera waktu itu, dari selatan ke utara terdapat nama Ferlec (Perlak), Basma dan Samara (Samudera). Pemerintahan Sultan Malik as-Saleh kemudian dilanjutkan oleh putranya Sultan Muhammad Malik az-Zahir dari perkawinannya dengan putri Raja Perlak. Sekedar informasi, Kerajaan Samudera Pasai adalah gabungan dari Kerajaan Peurlak dan Kerajaan Pase. Selain itu selama periode pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, pada masa ini tidak terdengar apakah ekspedisi pamalayu sampai ke kerajaan Samudra Pasai atau tidak. Namun menurut catatan perjalanan Marcopolo raja kerajaan ini mengakui kekuasaan Khan Agung dan bersedia membayar upeti.
Kerajaan Lamuri (900-1497)
pertengahan abad 13 Masehi, kawasan ini menjadi pusat kerajaan terbesar di Aceh. Berbagai catatan sejarah menyebutnya dengan nama Kerajaan Lamuri. Lamuri merupakan cikal-bakal lahirnya Kerajaan Aceh Darussalam yang merupakan salah satu dari kerajaan terbesar di dunia. Dikatakan bahwa Pada masa sultan Alaiddin Ahmad Syah yang memerintah dari tahun 1234-1267 Masehi, baginda berhasil merebut kembali kerajaan Indra Jaya dari kekuasaan tentara Tiongkok. Beliau berhasil mengislamkan daerah Indrapuri dan Indrapatra. (sebenarnya hal ini masih perlu rujukan, soalnya tidak ada catatan mengenai hal tersebut) Dan sultan Alauddin Johan Mahmud Syah juga membangun dalem atau keraton ( Istana) yang di namai dengan Darud Dunia ( Rumah dunia ). Dan mesjid raya Baiturrahman di Kutaraja ( Banda Aceh ) pada tahun 1292 Masehi. Namun secara pastinya belum diketahui apakah kerajaan ini sempat diserang oleh pasukan Mongol atau tidak.
kerajaan Lamuri |
Sumber
referensi
https://ichsanamri.blogspot.co.id/2017/08/8-fakta-mengenai-kerajaan-peurlak-di.html
0 Response to "Kondisi Kerajaan-Kerajaan di Sumatera ketika Invasi Mongol Terjadi"
Post a Comment