Menelusuri Jejak Suku Aceh Bermata Biru
Indonesia adalah negara
yang kaya akan budaya dan suku bangsa hal tersebut bisa kita ketahui dari
beragam dan warna kulit mereka. Salah satu kekayaan suku bangsa yang
kita miliki adalah Suku bermata biru. Suku bermata biru merupakan suku yang
berasal dari percampuran dari bangsa Eropa dan penduduk lokal. Adapun Suku ini
tersebar di beberapa tempat di wilayah Indonesia salah satunya di Aceh tepatnya di Lamno, Kabupaten Aceh Jaya.
Adapun Sejarah Suku
bermata biru ini ada terdiri dari dua versi.
Yaitu , Versi pertama Menurut cerita saat itu bangsa portugis datang
ke Aceh untuk menjajah pada tahun 1519 namun sebelum mereka dapat menginjakan kaki ke
pantai-pantai lamno mereka di tembaki oleh tentara kerajaan Aceh dengan meriam
sehingga mmebuat kapal mereka karam. Hal
tersebut menyebabkan mereka menyerah dan menjadi tawanan Kerajaan Aceh Marhom Daya. Adapun mereka ditawari pilihan oleh sultan yaitu tetap tinggal di tempat
tersebut atau pergi, Sebagian ada yang memilih tinggal dan sebagian lagi
memilih untuk kembali ke portugis atau Malaka. Selanjutnya Sambil menunggu kapal untuk kembali ke Portugis, Raja Daya mengizinkan mereka tinggal di kawasan Lamno. Mereka juga belajar agama, bahasa, bertani dan adat istiadat orang Aceh sehingga dengan cepat dapat beradaptasi dan menikah dengan penduduk setempat.
potret : suku aceh keturunan portugis |
benteng peninggalan kerajaan daya |
Versi kedua mengatakan
bahwa Suku Mata Biru ini adalah
keturunan dari pelaut-pelaut Portugis di bawah Nahkoda Kapten Pinto yang saat
itu berlayar ke Malaka (Malaysia) dan sempat berdagang di wilayah Lamno. Salah
seorang Budayawan Lamno M. Yunus mengatakan bahwa orang Portugis kira-kira datang ke Lamno sekitar
tahun 1492. Waktu itu, di Lamno terdapat sebuah kerajaan kecil yang kaya dengan
rempah-rempah, seperti lada dan lainnya. Kerajaan tersebut berada di bawah pimpinan
seorang sultan yang bernama (Sultan Alaidin Riayah Syah II) atau lebih dikenal
dengan nama Marhum Daya. Adapun Kerajaan tersebut berhasil menjalin hubungan
perdagangan dengan orang Portugis.
benteng peninggalan kerajaan daya |
Kerajaan tersebut bernama Kerajaan Lamno yang
berpusat di Keluang atau Kuala Daya yang berada pinggir pantai. Dimana di
lokasi itu juga dulu dibangun pelabuhan laut Lamno sebagai tempat berlabuh
kapal laut dari luar daerah. Karena memiliki pelabuhan yang memadai dan
strategis di Samudra Hindia, perdagangan antara Portugis dengan Lamno berjalan
dengan baik sistem perdagangan waktu itu masih menggunakan barter. orang-orang porto itu membawa lada dan tembakau dari lamno, karena hubungan perdagangan itu, ada diantara pedagang Portugis yang tertarik dengan gadis asal Lamno. yang akhirnya menikah dan menetap di Lamno. Adapun dalam sejarah Aceh, Sultan Marhom Daya amat dikenal
sebagai ahli hukum adat. Namanya diabadikan dalam ungkapan Aceh yang terkenal yaitu “ Adat bak Po
Teumerhom, Hukum bak Syiah Kuala.” Artinya, pemegang adat atau ahli adat adalah
Marhom Daya. Ahli hukum yang menjalankan dan mengawasi hukum dalam kerajaan
Aceh adalah Syiah Kuala. Adapun kerajaan Marhom Daya adalah sebuah kerajaan. yang
kemudian menjadi cikal-bakal lahirnya Kerajaan Aceh Darussalam dan turunannya
sampai Sultan Iskandar Muda. Bukti tertulis sejarah keberadaan Kerajaan Aceh
Marhom Daya bisa disaksikan pada relief batu nisan dengan kaligrafi Persia abad
ke 13 di komplek makam Marhom Daya Glee Jong, Lamno dan juga benteng dan
meriam-meriam kuno yang ditemukan tertanam dalam pasir pantai.
batu nisan peninggalan kerajaan daya |
Menurut tetua di Lamno, Marco Polo juga pernah singgah di
sana untuk mengisi perbekalan sebelum melanjutkan petualangan keliling dunia. Kisah
tersebut ditulis dalam buku Far East yang mengisahkan Indo China, Lamno Aceh,
dan Kepulauan Banda Maluku Tengah.
Setelah Marco Polo, sebuah kapal dagang
Portugis yang lain terdampar di Wateuh Lamno, sebuah desa pantai dalam wilayah
Kerajaan Marhom Daya yang berdaulat dan berkuasa sampai ke Ujung Aceh (Banda
Aceh).
Menurut
Burhanudin (58), warga Lamno yang masih keturunan Portugis, kepada masalah
kecantikan keturunan Portugis, sudah lama dikenal di Aceh. Bahkan, kalau ada
perayaan Marhum Daya, banyak orang berdatangan ke Lamno. Perayaan pada hari
Lebaran Iduladha itu dapat dipastikan gadis-gadis Porto yang ada di daerah
Lamno kumpul. Baik yang ada di Lamno maupun di luar daerah ini. "Itu orang
banyak memperhatikan kecantikan gadis-gadis Lamno yang keturunan
Portugis," paparnya.
Burhanudin yang mengaku generasi kelima asal Porto, memaparkan, keluarga yang masih keturunan Portugis itu, sebagian besar tinggal di Kuala Daya dan Lamno. Diperkirakan jumlahnya kurang lebih 150 orang (sebelum tsunami). Keluarga asal darah Porto ini bekerja sebagai nelayan dan bertani sawah atau kebun, sebagaimana umumnya warga sekitar."Kehidupannya juga tidak jauh atau sama dengan warga sekitar. Ada yang istimewa dari keluarga keturunan Porto, seperti kami ini. Karena hanya fisik saja yang beda, lainnya mulai dari bahasa, budaya, dan pekerjaan sama saja," jelasnya.
Adat istiadat warga Lamno bermata biru ini tak berbeda dengan adat istiadat dan kebudayaan masyarakat pada umumnya. Bahasa Aceh mereka, logat, maupun aksen, serta pengucapannya sama dengan bahasa Aceh biasa dan berlogat Aceh Barat. Menu makanan, dan makanan khasnya adalah makanan khas Aceh, seperti kari, dan masakan Aceh lainnya. Dan nasi merupakan makanan utamanya.
Burhanudin yang mengaku generasi kelima asal Porto, memaparkan, keluarga yang masih keturunan Portugis itu, sebagian besar tinggal di Kuala Daya dan Lamno. Diperkirakan jumlahnya kurang lebih 150 orang (sebelum tsunami). Keluarga asal darah Porto ini bekerja sebagai nelayan dan bertani sawah atau kebun, sebagaimana umumnya warga sekitar."Kehidupannya juga tidak jauh atau sama dengan warga sekitar. Ada yang istimewa dari keluarga keturunan Porto, seperti kami ini. Karena hanya fisik saja yang beda, lainnya mulai dari bahasa, budaya, dan pekerjaan sama saja," jelasnya.
Adat istiadat warga Lamno bermata biru ini tak berbeda dengan adat istiadat dan kebudayaan masyarakat pada umumnya. Bahasa Aceh mereka, logat, maupun aksen, serta pengucapannya sama dengan bahasa Aceh biasa dan berlogat Aceh Barat. Menu makanan, dan makanan khasnya adalah makanan khas Aceh, seperti kari, dan masakan Aceh lainnya. Dan nasi merupakan makanan utamanya.
Sumber:
http://helloacehku.com/petualangan-lamno-mencari-jejak-si-mata-biru-yang-tertinggal/
http://www.aceh.my.id/2016/01/bulek-lamno-keturunan-portugis-di-aceh.html
http://regional.kompas.com/read/2016/02/15/11283371/Hari.Ini.30.Tahun.Lalu.Mencari.Gadis.Bermata.Biru.di.Lamno.
https://www.viva.co.id/berita/nasional/302376-si-mata-biru-orang-aceh-keturunan-portugis
terimakasih untuk informasinya gan.. ternyata sejarah aceh sangat luar biasa.. dan terdiri dari berbagai bangsa juga.
ReplyDeletehttps://www.arnizbatik.store/